Pada postingan kali ini, Jhonna ingin sedikit melankolis, akan sedikit lebih menyentuh sisi lembut dalam diri kita. Sisi itu adalah hati, iya benar !! hati nurani kita.
Segala bahasan, perbincangan ataupun diskusi, yang berhubungan dengan spiritual lebih membuat kita terhanyut kedalam sisi lembut dalam diri kita. Oleh karena yang disentuh daripada setiap kata yang didengar oleh telinga kita, akan menyentuh dengan lembut hati nurani ini, dengan sentuhan yang tidak terduga. Akupun merasakan hal tersebut, berkali-kali, kapanpun aku dengarkan kata demi kata, baik itu: di dalam perjalanan, di tepi trotora jalan, pada tempat kerja saya, pada tempat saya boleh beribadah, dan lebih sering pada diskusi hangat dalam keluarga saya.
Sentuhan-sentuhan lembut dalam sisi spiritual inilah, yang biasanya akan membawa dampak signifikan, sebagai pedoman untuk hidup kita keseharian. Kenapa disebut biasanya, karena mayoritas pendengar ataupun pembaca akan merasakan hal yang demikian, meskipun beberapa diantaranya tidak dapat merasakan sentuhan lembut tersebut.
Saudaraku... sahabatku dan pembaca setia,
postingan ini, saya harapkan dapat memberikan sensasi sentuhan-sentuhan lembut pada sisi terdalam diri kita, dan dalam beberapa ulasan kedepan nanti saya berharap, agar pembaca sekalian dapat secara bijaksana menyikapi setiap kata, kaliman dan ulasan-ulasan yang ada...
Salam Keseimbangan Antar Ciptaan ^_^
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Konsep Dasar Ulasan
Kita hidup dan berkehidupan, ditengah-tengah masyarakat yang sungguh sangat beragam, baik itu beragam suku, bahasa, etnis, dialek, pemikiran, latar belakang, status sosial. Lebih dari itu, diluar daripada kehidupan berbangsa dan bernegara kita, kita mengetahui bahwa Indonesia juga hidup ditengah beragam bangsa, beragam bahasa-bahasa dunia, beragam ideologi, dan berbagai macam bentuk ataupun pola kehidupan dunia. Keberagaman itulah yang sesungguhnya, memperkaya kehidupan setiap manusia, yang mau menyadarinya. Jika kita mau rendah hati, dan menyadari lebih mendalam, menyelusur kedalam pola kehidupan yangberagam tadi, kita akan menemukan adanya "garis tebal" yang menyatukan setiap perbedaan dan keragaman yang ada. Suatu itu adalah Tuhan.
Setiap peradaban, setiap suku, bahasa, kehidupan berbangsa, memiliki konsep akan adanya "suatu" junjungan tertinggi yang secara umum disebut sebagai Tuhan (bahasa Indonesia). Di Indonesia saja, yang mana setiap suku memberikan penamaan yang berbeda-beda kepada-Nya. Pemberian nama-nama yang notabene berbeda satu dengan yang lain tersebut, bukanlah tanpa makna, melainkan terbentuk atau tercipta oleh karena pengalaman pribadi setiap peradaban manusia mengenai sifat kebaikan yang disandangkan kepada-Nya.
Tuhan dalam bahasa Indonesia, dipakai oleh bangsa Indonesia dalam menghormati junjungan tertinggi, Sang Maha, yang Adi Kuasa/ Adi Daya akan segala hal. Kata tersebut nampaknya dipengaruhi adanya pengaruh bahasa melayu dari kata asal "tuan" yang Maha, atau bisa diartikan Sang Maha-Tuan. Kemungkinan terbesar mengapa disederhanakan penyebutannya menjadi "Tuhan", karena agar mudah diingat, dan dijadikan pedoman penyebutan dan pelafalan bagi setiap bangsa Indonesia, yang tidaklah mengurangi segala arti yang terkandung di dalamnya.
Sang Maha Tuan = Tuhan
Tuan adalah jabatan bagi seseorang yang mempunyai kuasa, mempunyai otoritas penuh, mempunyai kepemimpinan penuh, dan mempunyai kedaulatan yang penuh dan tidak terbantahkan oleh orang yang dikuasainya, dalam otoritas penuhnya, dipimpinnya dan dalam kedaulatannya.
Kemudian bila di sertai dua kata lainnya, yaitu Sang dan Maha, maka akan menjadi SANG MAHA TUAN, yang berarti: Beliau (Dia) yang Sangat berkuasa, mempunyai otoritas penuh dalam memimpin dan berkedaulatan atas kehidupan segenap ciptaan-Nya. Dan mempunyai makna mendalam, bahwa Sang Maha Tuan adalah Suatu (pribadi) yang lengkap, kepenuhan, sempurna dalam segala KEMAHAAN-Nya.
Kata pemersatu ini, saya ulangi TIDAK mengurangi arti ataupun makna dari berbagai keragaman nama-nama Beliau yang diberikan oleh bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahkan memiliki suatu kepenuhan makna yang menjadikan cerminan kehidupan keberagaman bagi setiap suku bangsa yang hidup dan berkehidupan di Negara Indonesia.
Mengapa bisa demikian, bukankah dipersatukan berarti menyeragamkan? bukankah seragam maka berarti mengkerdilkan keberagaman?
Saudaraku, bukan demikian yang seharusnya kita pikirkan.
Namun para pendiri Negara kita, telah berpikir secara bijak, menyikapi kemungkinan-kemungkinan negatif yang berkembang di dalam kehidupan ini. Oleh karena itulah, Indonesia yang notabene negara yang berdiri berazaskan hukum, mendasarkan ideologinya, dan mengaturnya baik itu pada Sila Pertama Pancasila dan juga dalam UUD 45.
Dipersatukan bukan berarti DISERAGAMKAN!
Seragam memang bagus dipandang, indah dilihat, dan elok diperhatikan, NAMUN taukah kita? bahwa seragam terkadang membuat kerdil cara hidup kita, mematikan kebebasan kita.
kata persatuan untuk junjungan tertinggi kita, yaitu TUHAN, bukan untuk PENYERAGAMAN, melainkan lebih bermakna menghubungkan kesamaan pandang ataupun presepsi kita memandang sosok junjungan tertinggi masing-masing daripada kita, dan BUKAN PENYERAGAMAN dalam penyebutan. Indonesia TIDAK pernah mewajibkan bahkan memaksa bangsanya, untuk harus menyebut TUHAN sebagai nama junjungan tertinggi bagi bangsa Indonesia.
Pemerintah Indonesia memberikan kebebasan sebebas-bebasnya kepada setiap pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang hidup di dalam negara ini, untuk memberikan kehormatan bagi junjungan tertinggi masing-masing, dengan berbagai nama.
Saudaraku, apakah kita masih mengingat selogan Negara kita?
iya benar:
"Bhineka Tunggal Ika" yang diambil dari sepenggal ayat dalam kitab Sotasoma, karangan empu Tantular. Yang mempunyai makna: "Berbeda-beda tetapi tetap satu juga", apakah kita masih ingat itu?
Negara Indonesia berdiri atas dasar keberagaman, perbedaan-perbedaan, dan kekayaan dalam warna budaya, bahasa, dialek, serta suku bangsa. Kita tau kita hidup dan berkehidupan ditengah kemajemukan yang ada nan Indah. Meskipun Berbeda, kita tetaplah satu. "Roh" itulah yang menjadi nyawa dalam makna kata TUHAN... meskipun berbeda-beda penyebutan dalam setiap sukunya, dalam setiap bahasa dan sialeknya, dalam kepercayaan dan agama setiap bangsanya, namun tetap sama. Tetap sama yaitu menunjuk arti kepada junjungan tertinggi yang merupakan wujud keterwakilan setiap perbedaan yang ada dalam negara Indonesia.
Indah bukan??
Tentu saja indah sekali, harmonis dan begitu MENDAMAIKAN. Itulah yang diharapkan bisa terjadi, sedang terjadi, dan terus akan terjadi dalam negara ini.
Hal sesederhana itu, bisakah mendamaikan? Bagaimana bisa !?
saudaraku, tentu saja sangat mendamaikan setiap kita.
saudaraku, tentu saja sangat mendamaikan setiap kita.
mari kita buat suatu contoh, adalah suatu suku bangsa di Indonesia yang menyebut junjungannya dengan sebutan "A", dan ada pula suatu kepercayaan lokal yang menyebut junjungannya dengan sebutan "B". Diluar itu semua saudara, ternyata ada pula agama yang juga mempunyai nama terhadap junjungannya, yang disebut dengan sebutan "C" (maaf: A, B, dan C tentulah bukan nama sebenarnya, ini hanyalah illustrasi agar tidak menyeret isu SARA, terima kasih ^_^ )
"A" dianggap suku bangsa itu, merupakan sebutan yang paling benar, dan sangat terhormat;
"B" juga demikian, dianggal oleh penganut kepercayaan lokal merupakan sebutan yang paling benar;
"C" juga demikian, merupakan sebutan yang juga paling benar oleh pemeluk suatu agama.
dari pola pemikiran, dan adanya sikap ingin menghormati junjungan masing-masing, maka akan berdampak adanya gesekan-gesekan yang berujung pada tindakan anrakis, demi suatu kehormatan pada junjungan masing-masing. Oleh karena itu, untuk meredam hal yang demikian, pemerintahan kita, dengan bijaksana MENJEMBATANI pola pemikiran setiap warga, untuk mau menyadari akan keberadaan kemajemukan yang ada, toh sebutan kepada masing-masing junjungan yang dipercayai adalah sama-sama TERHORMAT-nya, sama-sama MULIA-nya, sama-sama AGUNG dan sebagainya.
Dengan pengertian yang demikian, kita belajar akan:
- Kesadaran hidup, menyadari akan arti pentingnya hidup bersatu, hidup rukun, hidup sebagai PENCIPTA KEDAMAIAN (bukan hanya sebagai pencari kedamaian)
- Rendah Hati, kita diharapkan mampu mengendalikan ke-ego-an kita, mau melihat kedalam dan keluar diri kita, akan adanya rasa yang sama antar kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Mengedepankan Pemikiran, jangan kita kembali menjadi bangsa yang non-intelektual, kolot, tidak cepat tanggap, menutup diri, dan kerdil dalam pemikiran. Kita adalah bangsa yang majemuk, maka kita harus mengutamakan kehidupan bersama dengan mengedepankan pemikiran rasional, demi kedamaian.
- Bertindak bijak, tindakan diawali daripada pemikiran, maka kita diharapkan mengawalinya dengan berpikir bijaksana, untuk dapat mempraktikkan tindakan-tindakan yang bijaksana. Seperti toleransi, seperti menghargai.
Berbeda-beda tetapi tetap satu jua, adalah pengingat bagi kita semua, bahwa Perbedaan bukanlah penghalang kita untuk tetap menghormati, menghargai dan menyadari keberadaan aneka ragam perbedaan yang mewarnai negara Indonesia ini.
Demikian kiranya, suatu persoalan sepele dalam penyebutan nama TUHAN pun, seharusnya tidak menjadi gusar bagi kita. Karena kita sudah mempunyai bekal pemikiran tentang keberagaman. Berbeda-beda istilah, sebutan, dialek, tulisan akan tetapi tetap satu makna, tetap satu tujuan, untuk junjungan tertinggi, TUHAN. Dan TUHAN sebagai pemersatu bagi keberagaman yang ada, betapa mendamaikannya...
Menjadi agen pendamaian dalam kebhinekaan merupakan cara kita mempertahankan kerukunan dan keamanan di Negara yang kita cintai bersama ini. Marilah kita bersama-sama menjaganya, agar tetap tercipta suasana yang indah dalam kerukunan keberagaman.
Salam Keseimbangan Antar Ciptaan
No comments:
Post a Comment