Aku sangat yakin, bahwa Nawang Wulan adalah alien,
atau makhluk cerdas, yang telah berperadaban lebih maju, berkebudayaan yang maju dengan teknologi yang super canggih daripada peradaban
manusia Bumi. Nawang Wulan, pasti memiliki koloni yang berada di Bulan, lebih
tepatnya berada di sisi gelap bulan (Dark Side of the moon) atau bahkan di dalam "Rongga Bulan", dengan peradaban
yang super canggih, koloni tersebut berhasil menyebrang ke planet-planet lain, dan
melakukan kontak dengan masyarakat planet lokal setempat, termasuk kontak dengan manusia bumi. Kontak itu pernah terjadi, saat Jaka Tarub dengan tidak sengaja mengintip Nawang Wulan saat mandi di dana Toyawening, bahkan menghasilkan putri hubungan kawin campur antar ras-planet. Namun, alangkah bodohnya kita, kita tidak lekas sadar, dan hanya menganggap kisah
Dewi Nawang Wulan, sebagai kisah dongeng/folklore samata, dan terlelap tertidur
setelah kisah tersebut selesai dibacakan.
Kisah ini seringkali dikisahkan oleh almarhum simbah
uthi (nenek.red) dari ibu saya, simbah Gutjik (Gucik) namanya. Dan moment yang paling berkesan, kala itu,
saat aku masih berusia 7 (tujuh) tahun, tepat saat awal pertama bersekolah
dengan seragam putih merah. Pada malah hari, kedua orang tuaku mengajakku untuk
berkunjung ke rumah simbah. Rumah simbah lumayan jauh daripada rumah tinggalku,
dan kala itu kami hanya mengendarai sepeda motor, karena hanya kendaraan itulah
yang keluarga kami miliki. Rumah simbah berada di pinggiran kota, dan terletak
jauh daripada keramaian. Simbah uti (nenek), tinggal bersama dengan adik
perempuan ibuku, dan simbah kakung sudah lama meninggal dunia karena sakit saat
ibuku bersekolah di SMA. Partodikromo Sudjak namanya, simbah uthi meyakini
bahwa mbah kakung sudah tenang di alam langit. Yang letaknya jauh diantara
bintang-bintang.
Kala itu, saat kami sowan (bertandang.red) ke rumah
simbah uthi, beliau sedang asik menikmati indahnya langit malam itu. Bersama
dengan ibu-ibu dan simbah-simbah perempuan duduk melingkar di teras depan
rumah, mengelilingi perapian kecil, yang cukup hangat untuk menghangatkan tubuh
kami dari dinginnya malam itu.
Simbah uthi, menyambut kedatanganku dengan sangat
ramah, raut mukanya begitu lembut dan penuh kehangatan. Saat diriku turun dari
boncengan depan motor, simbah beranjak berdiri, menyambut ku yang sedang
berlari kecil menghampiri beliau. Didekapnya tubuh mungilku, dan mengusap
rambutku lembut, dan berkata: "Kok sowe to le, ora sowan simbah, simbah
nganti kangen (kok lama ndak main, simbah sampai kangen)" katanya sambil
menatap kedua buah mataku. Aku hanya tersenyum kecil dan terlarut dalam
dekapannya yang sangat lembut.
Aku lihat, bapak dan ibukku menghampiri simbah dan
sungkem kepadanya, dan berjabat tangan kepada ibu-ibu dan simbah-simbah didepan
teras, kemudian diajaknya kami masuk.
Bingkisan untuk simbah telah dihaturkan oleh ibuku
kepada bulik (tante.red), dan dibawanya masuk ke dapur. Sedangkan kami saat itu
duduk di ruang tamu. Suasana yang sangat sederhana, klasik, khas bangunan jawa
yang tak lepas daripada material kayu jati.
Aku penasaran dengan aktifitas simbah uthi, di saat
kami datang. Simbah bersama-sama dengan para tetangga, menghangatkan diri di
dekat perapian kecil, di depan rumah. Lantas aku bertanya: "Mbah bolehkah
aku ikut ke depan?"
Simbah uthi menaruh wedang hangat, di meja tamu untuk
kami semua. Dan ku ingat senyumnya yang manis, dan anggukannya yang lembut,
memperbolehkan ku ikut bergabung di dekat perapian.
Simbah mengajakku, aku duduk di dingklik (kursi kecil,
tanpa sandaran, khusus untuk duduk semi lesehan) sebelahnya, dan beliau memeluk
punggungku dari belakang.
Kulihat, wajah ibu-ibu dan simbah-simbah yang masih
asing bagiku, beberapa diantara mereka ada yang mengusap pipiku, ada yang
memegang tangan kecilku, dan ada yang bertanya nama. Kala itu, aku mendadak
menjadi pusat perhatian.
Adalah kenangan yang tak terlupakan, simbah menunjuk
ke langit. Menunjukkan kepadaku sebuah bintang yang terang berpijar. Kalau
tidak salah, salah satu bintang itu, berada dalam konstalasi rasi bintang
"banyak angkrem", simbah uthi percaya, bahwa simbah kakung saat ini
sedang melihat kita dari atas sana. Dari suatu tempat di kejauhan itu, simbah
kakung selalu mengawasi dan menjaga kita. Karena aku adalah bocah yang selalu
ingin tahu, maka ku tegaskan lagi, "berarti simbah kakung ada di bintang
itu" kataku takjub". Simbah uthi tersenyum dan mengelus rambutku,
katanya "Simbah kakung ada jauh diatas sana".
Untuk sedikit mengalihkan pikiranku, simbah uthi
menunjuk ke arah benda besar bersinar, yang kala itu berada agak dekat dengan
kami, simbah bertanya: "Nah kalo itu apa namanya?", sepontan dengan
cepat aku menjawab: "Bulan mbah, kali itu aku tau" jawabku sambil
menunjuk diri. Dan suasana sepontan menjadi hangat, dengan gelak tawa ibu-ibu,
dan simbah-simbah disekelilingku.
Simbah kembali bertanya, sambil mengangkatku dari
dingklik ke atas pangkuannya: "apakah tau tentang Dewi Nawang Wulan?"
Tanyanya lembut, sambil mendekatkan bibirnya yang lembut, pada telingaku.
Akupun menggeleng, tanda belum pernah mendengarnya.
Dan simbah pun mengawali kisah Nawang Wulan, demikian:
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Alkisah diceritakan turun temurun, suatu kisah sejarah
peradaban umat manusia di pulau jawa. Adalah Jaka Tarub, seorang pria rupawan,
gagah perkasa. Yang sudah cukup umur untuk mebina rumah tangga. Namun oleh
karena dia pernah bermimpi, akan menikahi seroang perempuan cantik dari
khayangan, sehingga dia memasang standar nilai yang cukup tinggi, bagi
mempelainya kelak. Bu Milah adalah ibu yang cukup khawatir akan masa depan anak
semata wayangnya, apalahi setelah sepeninggal suaminya. Bu Milah hanya ingin
agar Jaka Tarub lekas menikah, agar kelak Bu Milah bisa menimang cucu. Namun
nasib berkata lain, Bu Milah pergi menyusul suaminya. Bu Milah meninggal dunia,
saat tidur menunggu Jaka Tarub pergi berburu menjangan di hutan. Dari kematian
ibunya inilah, Jaka Tarub menyesal, oleh sebab belum mampu memenuhi kekinginan,
memberikan cucu untuk ibunya.
Dari rasa kegelisahannya, Jaka Tarub berhari-hari
menghabiskan waktunya di hutan untuk berburu. Tujuannya agar dia bisa
menenangkan hati dan pikirannya. Yang kini hanya tinggal sebatang kara.
Pada suatu hari, dia pergi ke sebuah hutan, bernama
hutan Wanawasa, matahari sudah berada dipuncaknya, namun tidak ada satu hewan
buruanpun yang didapat. Jaka Tarub hanya melamun, dan terus melamun. Dan diapun
merasa haus, maka pergila ia menuju ke danau ditengah hutan belantara. Danau
Toyawening namanya, danau yang sangat tenang dan jernih, yang menjadi sumber
kehidupan bagi makhluk dihutan Wanawasa. Saat Jaka Tarub mendekati danau,
terdengar sayup-sayup ada gelak tawa dan canda gadis-gadis, yang sepertinya
sedang mandi di danau. Jaka Tarub merasa heran, mana mungkin di tengah hutan
belantara ini, ada gadis-gadis yang sedang bercanda dan tertawa-tawa. Dia
memutuskan untuk melihat dengan sembunyi-sembunyi, dibalik pohon, dan
terkejutlah ia, melihat tujuh sosok gadis yang sangat cantik. Yang tak lain dan
tak bukan adalah bidadari yang turun dari khayangan.
Gadis-gadis berparas cantik itu rupanya mengenakan
baju beraneka warna, yang berbeda satu dengan yang lain. Seperti dalam mimpi
Jaka Tarub, besar harapannya untuk dapat memperisteri salah satu diantara
mereka.
Muncul niat yang buruk dalam hatinya, Jaka diam-diam
mendekati tumpukan baju yang diletakkan disebuah batu besar. Dia mengambil baju
dan selendeng berwarna merah. Kemudian dia bawa pulang, dan kembali ke danau
Toyawening, dengan membawa baju milik mendiang ibunya.
Hari sudah mulai sore, Jaka mengamati dari balik
pepohonan. Bidadari yang cantik itu, hendak pulang, kembali ke khayangan. Namun
terkejutlah salah satu diantara mereka, yang adalah bernama Nawangwulan. Oleh
karena didapatinya baju warna merah miliknya hilang, beserta selendang untuknya
dapat kembali pulang ke khayangan. Tanpa baju dan selendang itu, dia tidak akan
bisa terbang.
Keenam teman Nawang Wulan, sudah mencoba mencari namun
tidak ketemu, dan akhirnya mereka pulang meninggalkan Nawang Wulan sendiri.
Nawang Wulan meratapi hidupnya yang mau tidak mau, harus tinggal di Bumi. Dia
berjanji, barang siapa ada orang yang memberinya pakaian, jika lelaki akan
dijadikan suaminya, dan bila perempuan akan dijadikan saudaranya.
Ketika itu juga, Jaka Tarub mencoba memberanikan diri
untuk keluar dari persembunyiannyan dan tanpa melihat Nawang Wulan, dia
memberikan baju dari mendiang ibunya agar dipakai oleh Nawang Wulan. Nawang
Wulan berterima kasih atas baju yang diberikan, dan sesuai dengan janjinya,
maka Jaka Tarub harus menjadi suaminya.
Kehidupan Jaka Tarub sangatlah baik, dan mereka berdua
dikaruniai seorang putri yang cantik, yang diberi nama Nawangsih. Jaka
keheranan melihat lumbung padi miliknya tidak pernah habis, bahkan setiap panen
tiba, lumbungnya selalu bertambah, sampai-sampai tidak muat untuk menampung
padi kembali.
Pada suatu kali, Nawang Wulan hendak pergi sebentar,
meninggalkan Nawangsih dan Jaka, untuk membeli sesuatu di pasar. Sebelum pergi
Nawang Wulan berpesan pada Jaka, agar nasi yang dimasak dalam kukusan tidak
boleh dibuka tutupnya, sampai Nawang Wulan sendiri yang membukanya.
Namun dirasa Jaka, menanak nasinya sudah terlalu lama,
dia ingin melihat keadaan nasinya, sudah matang atau malah sudah gosong. Betapa
terkejutnya dia, bahwa di dalam kukusan hanya ada sehelai batang padi, dan
beberapa bulirnya. Melihat kejadian itu, Nawang Wulan marah, oleh sebab Jaka
melanggar janjinya. Pelanggaran yang dilakukan oleh Jaka berdampak pada
hilangnya kesaktian Nawang Wulan, untuk dapat mengolah sehelai batang padi
menjadi sewakul penuh nasi pulen.
Karena itulah, Nawang Wulan meminta Jaka untuk
membelikan lesung, agar Nawang dapat menumbuk padi, untuk dijadikan beras. Hari
berganti bulan, persediaan padi di lumbung semakin berkurang, dan terus
berkurang. Dan tinggalah beberapa gabah di dasar lumbung. Ada sesuatu hal yang
menarik perhatian Nawang, di dasar lumbung, dia mencurigai ada sebuah benda
yang disembunyikan diantara tumpukan gabah padi.
Ternyata benar, bahwa dibawah tumpukan gabah itu,
terdapat pakaian dan selendang yang selama ini di carinya. Dia merasa tertipu
oleh suaminya sendiri, Nawang merasa telah dibohongi oleh Jaka Tarub.
Saat Jaka sedang pergi berburu, siang itu Nawang
mengajak putrinya untuk terbang ke khayangan, meinggalkan rumah Jaka Tarub.
Sesampainya Jaka di rumah, dijumpainya rumah dalam keadaan sepi, tidak ada
Nawang Wulan dan juga puterinya.
Jaka melamun, dan khawatir, menunggu sampai larut
malam. Tiba-tiba dari arah langit, Nawang Wulan turun dari khayangan,
menggendong Nawangsih yang sedang tertidur pulas. Dengan baju dan selendang
komplit dia kenakan, Nawang Wulan tampak cantik jelita, dan Jaka Tarub
terperanjat kaget, saat dia mengetahui bahwa Nawang Wulan telah menemukan
pakaiannya.
Nawang Wulan menyesal telah mempercayai Jaka Tarub,
dan saat itu juga hubungan mereka putus, dan Nawang tidak lagi menganggap Jaka
Tarub sebagai suaminya. Perihal Nawangsih, dia menitipkan anaknya agar diasuh
oleh Jaka, oleh sebab, di khayangan manusia tidak dapat tinggal disana.
Sebelum meninggalkan Jaka dan Nawangsih, Nawang Wulan
berpesan, apabila Nawangsih ingin bertemu dirinya, maka bakarlan satu selai
padi. Namun Jaka Tarub harus meninggalkan Nawangsih di dekat padi yang terbakar
itu. Karena Nawang Wulan akan turun dari Khayangan, dan tidak mau bertemu
dengan Jaka Tarub.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kisah ini sungguh mendarah daging, dan menjadi bagian
daripada kehidupanku seterusnya. Oleh sebab kisah itulah yang mengiringi tumbuh
kembang, dan juga pemikiranku. Aku sangat meyakini bahwa kaum langit itu,
sungguhlah ada, dan nyata benar adanya.
Aku yakin, saat simbah uthi bercerita tentang kisah
ini, sama sekali tidak berharap agar aku mempercayai kisah ini secara nyata.
Namun apalah dikata, bahwa mungkin saja apa yang dikisahkan ini, bukanlah kisah
sekedarnya, atau dongeng sebelum tidur belaka.
Bisa jadi kisah ini, adalah kisah yang sengaja
diceritakan turun temurun, sejak Pulau Jawa masih dalam peradaban muda, yang
dikisahkan melalui lisan, dan berkembang menjadi sebuh dongeng. Karena tidak
adanya fakta dan data otentik, yang membenarkan sejarah daripada kisah
tersebut.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bagiku untuk
tetap menganalisisnya.
Mari kita runtut atas kesamaan cerita yang berada di
belahan Dunia lainnya,
Di China Misalnya,
source klik |
Versi lain dari kisah ini di Jepang lebih mirip dengan versi yang terdapat di Cina, yang dikenal dengan kisa Hagoromo.
source klik |
Tanabata memutuskan untuk meninggalkan mereka semua.
Mikeran rindu ingin berjumpa dengan Tanabata, dan dia berusaha membuat seribu
anyaman sepatu jerami, namun usahanya gagal, dan mereka tidak bisa bersatu
kembali. Mereka berdua hanya bertemu setahun sekali, yaitu pada hari ketujuh
pada bulan ketujuh, ketika bintang Altair dan Vega saling bertemu.
Ada juga kisah yang hampir mirip, di dataran eropa.
sorce klik |
Kisah-kisah serupa juga terjadi di beberapa daerah di
dunia, seperti di Korea: Kyon-wo dan Chik-nyo, di Vietnam: Nguu Lang dan Chuc
Nu, di Filipina: Seven Young Sky Women (Tujuh Perempuan Langit)
Mengapa ini semua begitu sangat mirip, dan terdapat
benang merah yang seakan menghubungkan semuanya. Adanya kesamaan cerita, adanya
kesamaan konsep makhluk langit, suatu tempat di langit yang khusus di tinggali
oleh makhluk-makhluk langit, dan kecintaan mereka terhadap danau di bumi.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pernah suatu ketika, simbah uthi berkata kepadaku,
bahwa: ada suatu tempat di langit sana, yang tidak bisa dijangkau oleh
kemampuan manusia, bahkan di bulan. Awalnya aku anggap hanyalah suatu ucapan
wejangan hikmat dari seorang bijaksana kepada cucunya, agar kita tetap merasa
diri kurang dalam ilmu, karena masih ada suatu hal yang lebih besar di luar
sana. Tapi dari perkataan sederhana itu, mendorongku untuk berpikir diluar
batas. Akankah ada kehidupan makhluk cerdas selain manusia, di bulan sana??
Jikapun terdapat kehidupan cerdas di Bulan? Apa
buktinya?
Dari hasil pembacaan buku ciptaan Don Wilson: Benarkah
Bulan adalah “Pesawat Ruang Angkasa” Kita Yang Luar Biasa, terdapat beberapa
rangkuman yang mengejutkan:
Ku sampaikan demikian oleh karena, ukuran bulan adalah
seperempat kali ukuran daripada bumi, ukuran ini sangatlah begitu besar.
Bandingkan saja ukuran satelit alami yang mengitari Jupiter, yang terbesar
ukurannya hanyalah seper selapan belasnya saja. Dan fenomena bulan ini
sungguhlah mustahil terjadi dalam keseimbangan cosmik. Jika hukum cosmic benar
terjadi, seharusnya bulan tidak mengorbit sebagai satleit bagi planet
bumi. Bulan dan Bumi dapat dikatakan
sitem planet ganda yang mengorbit pada matahari. Keanehan terjadi bahwa bulan
bisa sangat tepat tertangkap oleh medan magnet bumi, hal ini bisa terjadi
apabila disengaja agar tertangkap. Oleh karena secara alamiah, satelit yang
mempunyai ukuran seperempat ukuran daripada planet tumpangannya, tidak akan
bisa tertangkap sempurna. Bahkan salah-salah, akan mengalami benturan dan
tabrakan yang dahsyat.
Material penyusun bulan, sangat berbeda dengan bumi.
Penyusun
bulan ternyata diteliti jauh lebih tua dibandingkan penyusun daripada bumi. Dan
bagian permukaan bulan memiliki lapisan yang kebal terhadap suhu tinggi, yang
mengcover seluruh bagiannya, agar lapisan di dalamnya tidak mengalami suhu
ekstrim. Lapisan luar bulan yang memiliki titik leleh yang tinggi, seperti mineral
asing titanium-ironzirconium silicate
dengan konsentrasi pada calcium dan yttrium, sedang ke delapan elemen lainnya
lebih sedikit termasuk aluminium dan sodium, membuatnya kebal terhadap suhu ekstrim.
Bulan berukuran gembung sebelah
Tidak semua benda langit berbentuk bulat sempurna,
seperti halnya bumi kita berbentuk bulat dan agat pampat di bagian
kutub-kutubnya. Namun alangkah anehnya bentuk daripada bulan kita, yang
mengalami gembung di bagian sisi yang tidak terkena gaya gravitasi dari bumi.
Ukuran gembung tersebut tujuh belas kali dari sisi yang menghadap ke bumi. Hal
ini bisa terjadi jika bagian dalam bulan memiliki struktur penopang yang sangat
kokoh, yang tetap stabil walaupun terkena gaya gravitasi oleh planet “tumpangannya”. Seharusnya benda
angkasa yang gembung sebelah akan tidak stabil, dan cenderung mengalami posisi
yang labil dalam solar sistemnya, namun tidak untuk bulan kita.
Misteri Kawah di bulan
Bulan merupakan satelit yang menumpang pada orbit
bumi, yang secara teori tertangkap oleh medan magnetic bumi, sehingga
bersama-sama mengorbit mengelilingi matahari sebagai pusat tata surya. Jika
demikian yang terjadi, mungkinkah terbentuk kawah-kawah yang sangat lebar di
bulan? Bukankah, jika memang benar kawah tersebut terbentuk daripada aktivitas
cosmic (benturan asteroid pada permukaan bulan), seharusnya hal tersebut tidak
terjadi, dikarenakan asteroid yang seharusnya menabrak bulan sudah lebih dahulu
terhisap daya tarik menuju bumi, dan kemudian terbakar pada lapisan atmosfera
bumi. Namun entah mengapa terjadi begitu banyak kawah-kawah di permukaan bulan.
Kemudian ukuran lebar kawah di permukaan bulan sangat tidak sebanding dengan
kedalamannya, ada beberapa kawah yang selebar Negara Swiss, namun kedalaman
kawahnya tidak lebih daripada tujuh mil. Kawah di permukaan bulan tidak lebih
dalam daripada tujuh mil. Lantas yang membuat kita heran, ada material apa yang
berada di tubuh bulan, yang mempunyai diameter 2160 mil ini?
Sisi Gelap Bulan yang sangat aneh
Kita ketahui bahwa sisi bulan yang setiap kali kita
lihat, selalu menampakkan sisi yang sama. Yaitu sisi dataran berkawah yang
kehitaman, membentuk pola seperi seorang ibu yang menggendong anaknya. Namun
pernahkah kita ketahui sisi gelap bulan? Atau sisi bulan yang tidak pernah
nampak dari bumi? Dari penelitian oleh seorang ahli bulan dari Soviet,
menemukan keanehan bahwa sisi gelap bulan, mempunyai keadaan topografi yang
jauh berbeda daripada sisi yang terang. Sisi yang gelap memiliki kontur yang
terjal, berbukit-bukit curam, dan hanya sedikit terdapat kawah-kawah. Mengapa
hal ini bisa terjadi? Mengapa hanya terdapat kawah di sisi terang saja?
Berat Bulan sangat ringan
Bulan hanya memiliki kepadatan materi penyusunnya
sekitar 60 persen daripada bumi. Artinya
bulan sangatlah ringan, dari bentuk dan ukuran yang seperempat kalinya bumi,
bulan memiliki kepadatan yang sangat ringan. Dan ditarik sebuah hipotesa,
jangan-jangan bulan mempunyai rongga di dalamnya?
source klik |
Mengenai bulan yang berongga di tengahnya, anehnya,
dua orang ilmuwan senior, Mikhail Vasin dan Alexander Shcherbakov dari Soviet
Academy of Sceinces bisa mempertahankan teorinya. Seakan-akan teori mereka
itulah yang paling cocok. Teori itu dimuat dalam majalah Sputnik, majalah periodik
Soviet dalam Bahasa Inggris. Dalam teori itu dikatakan bahwa "Bulan bukanlah
satelit Bumi secara natural, melainkan sebuah planetoid raksasa, yang dalamnya
berlubang, yang diciptakan oleh suatu, mahluk yang mempunyai kebudayaan tinggi
dalam bentuk dunia buatan yang mengorbit Bumi, dahulu kala tidak terhitung
berapa lamanya."
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
source klik |
Atau bahkan sebaliknya??
Bulan adalah sebuah pesawat lintas semesta, yang
membawa kehidupan bagi planet-planet yang terindikasi dapat dijadikan tujuan
bagi perkembangan kehidupan. Bisa jadi, bulan merupakan lokasi keberadaan taman
Eden, yang mana asal mula manusia bumi, berasal dari sana.
source klik |
Pertanyaan yang mengganjal, jika memang di Bulan
terdapat koloni makhluk berperadaban tinggi seperti Nawang Wulan, dengan
teknologi super canggihnya, adalah: Entah mengapa, saat ini, mereka tidak
berinteraksi dengan kita, makhluk bumi?, apakah mungkin mereka menganggap semua
manusia bumi berlaku seperti Jaka Tarub?
Kisah dari Simbah Uthi ini, senantiasa dikenang di dalam setiap hati penduduk bumi, turun temurun. Dan berharap pada suatu ketika, manusia bumi dapat kembali bertemu dengan manusia bulan, entah kapan waktunya, ataukah perlu membuat jembatan untuk menyebarang ke sana? Hanya waktu yang mampu menjawabnya.
No comments:
Post a Comment