Sunday, October 6, 2013

Bertuhan di Era Modern




Sobat Jhonna yang terkasih...
ijinkan Jhonna sedikit membahas mengenai suatu hal yang cukup membuat Jhonna tertarik, yang menyebabkan tidak enak tidur, hal tersebut adalah : "Bertuhan di Era Modern?!" Terdengar cukup menantang memang.

Mengapa hal ini membuat saya tertantang?
Diawali dari sebuah chit-chat dari smartphone, dari seorang teman lama. Dia sedikit komplain terhadap dogma-dogma agama saat ini. Karena agama, entah mengapa tidak dapat berjalan bersama dengan ilmu pengetahuan. Agama bahkan sangat kontras dengan ilmu pengetahuan. 

Beberapa komentar tersebut, akan saya rangkum dalam postingan singkat ini
yang mudah-mudahan dapat membuka separuh kesadaran kita yang masih tertidur pulas.

Kita hidup di Era Modern
Tak bisa dihindari lagi, bahwa peradaban semakin lama akan semakin menghasilkan pesatnya ilmu dan teknologi. Hal ini tampak jelas sekali, di zaman ini tak ada seorangpun yang tidak mengenal internet, jejaring sosial, media elektronik, dan bahkan adanya gedget aneka warna dengan kecanggihan yang spektakuler.

Arus pengetahuan melahirkan generasi-generasi yang kritis, yang mana memungkinkan bagi mereka membentakngkan pemikiran sekuas-luasnya. Melogika segala hal, dan membuatnya bisa di rasionalkan, bahkan dalam kajian Theistik (ketuhanan) sekalipun. 

Pesatnya pengetahuan, sangat berdampak pada perkembangan teknologi beserta kecanggihannya, hal itu sangat memungkinkan terjadinya pergeseran pola pandang kita, dalam keimanan. Bukti-bukti dan temuan-temuan dalam kajian pengetahuan, menguatkan teori demi teori yang dipaparkan dalam hipotesa. Yang lebih celakanya, pengetahuan mencoba mematahkan dogma dan ajaran-ajaran luhur daripada agama-agama terdahulu. Banyak daripada kita zaman modern ini, lebih mengandalkan rasio daripada iman. Nah, inilah kasus kita saat ini.

Pada suatu kali, ada seorang sahabat saya yang berkeluh kesah kepada saya, kurang lebih seperti ini:
"Agama terlalu sulit diterapkan di era modern seperti saat ini, dikarenakan hanyalah iman sebagai modalnya. Iman hanyalah bersifat abstrak, sulit dibuktikan, dan diluar nalar"
Tidaklah salah, jika sahabat saya berkata demikian, dikarenakan iman memang tidaklah mudah untuk dibuktikan secara rasional, karena iman menyentuh kehidupan dari sisi yang lain. Jika bukti dan penelitian menyentuhnya dari sisi RASIONAL, iman menyentuh kehidupan ini dari sisi TRANS-RASIONAL*. 

*trans-rasional adalah segala hal yang dianggap irasional namun rasional keberadaannya, menurut sistem kepercayaan yang meyakininya.

Sekelumit argumen dari sahabat saya tersebut, menjadi sangat salah ketika mengutamakan rasional dan melepaskan iman. Rasional adalah baik untuk menjadi tahu, namun iman juga memiliki kebaikan untuk mendamaikan hidup ini.

Hidup adalah Misteri
Sobat... Hidup adalah Misteri, terdengar sangat klise memang, dan mayoritas dari kita menggunakan kalimat tersebut jika kita terpojok dan tidak mampu berargumen untuk menjelaskan suatu pertanyaan. 

Sobat, menyikapi kemisteriusan hidup ini, saya tergugah untuk membagikan ilustrasi kepada kita semua:
"Di dunia ini, ada dua tipe manusia, yang keduanya meyakini berjalan menuju arah yang sama, namun mereka satu sama lain berjalan pada jalan mereka masing-masing. Seorang yang bernama SALEH memilih jalan WAHYU, sedangkan seorang yang lain bernama TEKUN memilih jalan PERENUNGAN. Keduanya menjalani jalan tersebut secara berbeda, SALEH berjalan dengan penuh keyakinan akan menuju ujung jalan tersebut dengan selamat karena wahyu yang digunakannya sebagai tuntunan. Lain halnya dengan TEKUN, dia tidak ada bekal ataupun petunjuk sama sekali, TEKUN menjalani jalan tersebut setapak demi setapak, melihat kanan dan kiri, mengkaji segala sesuatu di sekitar jalan tersebut. TEKUN lebih mewarnai setiap langkahnya dengan sukacita, karena adanya keragaman yang dia jumpai. Walaupun tanpa bekal petunjuk apapun, TEKUN sampailah juga di ujung jalan tersebut, dan menjumpai SALEH disana"
Ilustrasi tersebut mencoba mengingatkan kepada kita, bahwa IMAN dan LOGIKA, keduanya akan berujung pada kebenaran yang sama, namun cara yang dilakukan berbeda. LOGIKA mengarahkan alur berpikir kita secara NATURAL (alamiah, kajian alam, perenungan), namun IMAN mengarahkan alur berpikir kita secara SUPRA-NATURAL (diluar nalar, trans-rasional). Hal ini tidak menjadi masalah, asalkan satu dengan yang lain tidak saling menikam, dan mempersalahkan, ataupun lebih mengutamakan pembenaran diri.

Kenapa harus Atheis?
Pergumulan ini semakin seru dan menantang, ketika sikap saling tuding berujung pada diskriminasi pihak berlainan. Seru dan menantang, dikarenakan sudah sepantasnya kita tidak saling tuding dan memojokkan salah satu pihak.

walaupun kita saat ini hidup di era modern, akan tetapi masih banyak dijumpai stigma negatif akan keberadaan masyarakat yang mengatasnamakan diri mereka Atheis**

**Atheis: tidak mempercayai dan menjalankan adanya konsep ketuhanan

Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, memang tidak diperbolehkan adanya suatu paham Atheis tumbuh di bumi Indonesia, oleh karena Indonesia berdasarkan atas: Ketuhanan yang Maha Esa. Hal itu mengharuskan setiap warga negaranya untuk berketuhanan.

Pesatnya arus pengetahuan, memang berdampak pada melemahnya sistem kepercayaan, yang berujung pada ketidakpercayaan. Namun, mari kita tidak mengadili lebih dini, akan adanya masyarakat modern, yang memiliki pemikiran yang lain, dan lebih nyaman memeluk pemikiran tersebut. 

Saya pernah bersitegang, dengan saudaraku, dikarenakan saya sangat taat dengan ketuhanan yang saya pegang sejak kecil. Namun dia memberikan sentuhan lembut, dengan perkataan sederhana:
"Atheis mempunyai pemikiran tersendiri tentang ketuhanan, namun bukan berarti mereka tidak bertuhan. Tuhan atheis adalah pengetahuan, Tuhan atheis adalah ketidakadaan tuhan-tuhan yang diyakini oleh sistem kepercayaan yang ada saat ini"
Meskipun dia hanya sedikit berbicara, hal tersebut menampar keras paradigma dan cara pandangku terhadap Atheisme. Sejak saat itu, pemikiranku sedikit terurai dan tidak diskriminasi terhadap mereka yang berbeda dengan pola pikirku.

Saya rasa, atheis tidaklah momok yang menakutkan bagi keimanan kita, Atheisme berjalan melalui jalan mereka yang memang berbeda dengan jalan yang ditempuh oleh Thesime. Inilah warna yang timbul akan adanya kemajuan arus pengetahuan dan teknologi.

Selagi mereka masih manusia, maka mereka adalah sesama bagi kita manusia, dan sesama bagi kita yaitu ciptaan. Sehingga tidak ada lagi perbedaan hanya dikarenakan pemikiran yang berlainan.

Menyoroti Fenomena "Iman"
Indonesia adalah negara yang agamis, dan tidak bisa lepas daripada konsep ketuhanan. Beragam corak, warna, ritual, dogma, aliran, dan cara untuk mengaktualisasikan keimanan kepada Tuhan yang Maha Esa. Keberadaan kemajemukan agama, adat, dan sistem kepercayaan yang ada membuat warna-warni keimanan warganya. Namun satu hal yang utama, meskipun berbagai macam cara ditempuh, bangsa ini tetap beriman kepada junjungan tertinggi dalam masing-masing sistem kepercayaan yang dipeluk.

berbicara soal iman, iman tidak bisa terlepas pada agama. Namun apakah sobat tau?, bahwa mungkinkah iman bisa muncul dalam pemikiran kita, tanpa adanya agama?
Iman merupakan anugerah terindah yang diberikan oleh Sang Adi Kodrati, yang mana, merupakan cara komunikasi universal Sang Pencipta kepada segenap ciptaan-Nya, demikian pula sebaliknya. Komunikasi tersebut melalui beragam bahasa, beragam bentuk ritual, beragam cara yang di percayai. Iman lebih kuat dibandingankan percaya.

Imam menjadi bagian dari kehidupan manusia, walaupun bagi mereka yang tidak mengenal agama sekalipun. Yaitu mereka mengimani akan keberadaan Sang Adi Kodrati, yang diwujudkan dalam gambaran-gambaran spiritual yang diyakini sebagai wujud eksistensiNya. Dengan adanya iman, manusia merasakan kenyamanan mempercayai sesuatu, dan merupakan kekuatan tersendiri dari dalam pikiran manusia, akan danya sesosok yang super yang mampu menanggung segala kesukaran hidup.

Meskipun beragam sistem kepercayaan, bahawa, adat dan budaya, namun sosok Sang Maha yang digambarkan dalam keimanan setiap orang, memiliki kesamaan karakteristik. Kesamaan tersebut antara lain bersifat: MAHA, Maha Segala hal: Maha baik, Maha Adil, dan sifat-sifat kebaikan yang digambarkan melekat dalam pribadiNya.  Oleh karena ragam dan beraneka corak penggambaran tersebut, kemudian lahirlah agama sebagai wadah bagi sekelompok orang yang sama-sama meyakini suatu pribadi yang Maha. Di dalam agama diterapkan adanya hukum, adanya aturan, adanya konsep untuk menata kehidupan manusia, tentunya agar tidak kacau. Namun imanlah yang pertama kali hadir, baru kemudian agama mengikutinya, sebagai wadah institusional untuk melegalkan aktifitas ataupun ritualitas yang berkaitan dengan keimanan.

Peran Serta Agama di Era Modern
Ironis memang, manusia yang mengaku diri bertuhan di dalam agama yang dianut, saling menyalahkan antar pemeluk agama. Merasa diri paling benar dan melihat kelompok agama lain adalah salah. Stigma "Sesat" dan "Kafir" yang dihalalkan terucap, semakin membuka lebar jurang diskriminasi antar manusia.

Tampaknya, agama tidak mampu lagi menjalankan tujuan mulianya, dikarenakan adanya pembenaran-pembenaran subyektif yang melunturkan nilai-nilai hungungan humanisme. Agama agaknya hanya sebagai cover ataupun trend di era modern seperti sekarang ini. Lantas? Lebih Mulia kah manusia yang menyatakan diri beragama namun melupakan tujuan utama mereka, untuk berketuhanan di dalam agamanya?

Agama acapkali gagal menjalankan tugas mulianya, sehingga hubungan vertikal kepada Tuhan yang diimaninya menjadi sangat kontras dengan perilaku pemeluk agamanya. Apakah mungkin Tuhan yang Maha Baik menghendaki kita untuk saling melakukan kejahatan kepada sesama kita manusia, iman seperti itukah yang dikehendaki oleh Tuhan yang maha baik?, mari kita berpikir ulang dengan rendah hati mengkaji ulang akan hal tersebut.

Bertuhan di Era Modern, dari sisi keagamaan, banyak diantara kita yang secara tidak sadar  memberikan diri dalam kepasrahan, dan mejadikan akal kita tumpul. Agama yang dibangga-banggakan semakin diperburuk dengan sikapnya yang anti-Pengetahuan, anti kemajuan science. Dan hal ini sangat tidak relevan dengan kemajuan kemoderenisasian. Agama tampak sangat kolot, tidak mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman.

Pernah saya berdialog dengan seorang tokoh, yang kebetulan bertemu di sebuah tempat ibadah, dan saya mengingat jelas perkataan beliau:
"Dunia saat ini, telah jatuh di genggaman setan, adanya internet, sosial media, kemajuan ini adalah teknologi setan"
Beliau dengan sangat serius menegaskan kepada saya, namun karena saya sangat menghormati pola pemikiran beliau, maka saya hanya tersenyum dan kemudian mencoba mendalami perkataannya.  Pengetahuan dan Perkembangan teknologi, ibarat pisau bermata dua, yang satu sisi mampu memotong buah dengan tajam dan seketika itu juga mampu melukai jari kita. Itu semua tergantung cara penggunaan pisau tersebut.

Pengetahuan mengandung racun dan madu secara sekaligus, ketika diminum bisa membunuh peminumnya, namun disisi lain bisa menyembuhkan penyakit kita, itu kembali bagaimana cara kita menggunakannya. Mengapa teknologi dan pengetahuan di era modern selalu dikonotasikan sebagai hal yang negatif?, itu karena para penggunanya yang tidak bertanggungjawab, yang hanya menggunakan kemudahan yang ada untuk memuaskan keinginan sesaat. Namun apakah kita menyadari? bahwa perkembangan pengetahuan dan teknologi juga membantu dalam kehidupan kita saat ini, seperti misal: ditemukannya obat untuk menyembuhkan kanker, ditemukannya vaksin-vaksin baru, atau adanya alat telekomunikasi yang hemat dan mudah, adanya alat-alat transportasi yang lebih ramah lingkungan, ditemukannya sumber energi terbarukan pengganti minyak bumi, dan masih banyak lagi kebaikan akan ilmu pengetahuan dan teknologi.


Sikap kita?
Pengetahuan dan teknologi bukanlah suatu momok yang menakutkan, hal tersebut merupakan anugerah dari Tuhan yang patut untuk disyukuri dan diteruskan, serta digunakan secara bertanggungjawab. Membuka diri akan adanya pemikiran-pemikiran modern, menjadi manusia yang berpengetahuan luas namun tidak melupakan keimanan. Bertuhan di Era Modern, memungkinkan kita untuk hidup berdampingan antar pemeluk agama lain, saling menjunjung tinggi persaudaraan dan kerukunan, untuk menciptakan suasana berkehidupan yang damai dan sejahtera.

Mari kita menjadi pribadi yang lebih bijaksana karena pengetahuan dan menjadi pribadi yang bertanggungjawab oleh karena iman, karena sejatinya IMAN dan PENGETAHUAN berjalan beriringan menuju KEBENARAN yang sama-sama diyakininya.


Pada kesempatan yang lain, Jhonna akan memposting kelanjutan daripada postingan pertama ini, masih dalam tema yang sama.












No comments:

Post a Comment

Mohon Perhatian ^^

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Buat Sobat-Jhonna, pembaca setia blog saya:
Terima kasih atas kesetiaannya membaca ataupun membagikan Informasi yang Jhonna sajikan. Alangkah bahagianya, jika Sobat tidak berkeberatan untuk MENCANTUMKAN alamat blog jhonnastudio.blogspot.com, saat sobat meng-copy dan mem-pastenya dan kemudian Sobat MEMBAGIKANNYA pada forum lainnya...

Salam Hangat...
Salam Keseimbangan Antar Ciptaan...
by: JhonnaStudio
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------