Pada postingan yang lalu, saya pernah menuliskan mengenai
pengalaman saya dan ketakutan saya mengenai kematian (link), bahkan bayangan-bayangan
tentang kematian yang selalu merasuki diri, sehingga membuat suasana kecemasan
yang teramat sangat. Dan jika saya boleh jujur, itu sangatlah mengganggu.
Semua orang di dunia tanpa terkecuali pasti takut mati,
jikapun ada yang tidak takut mati, kemungkinan yang terjadi adalah selama
hidupnya mungkin dia sudah “mati”. Tentu saja mati dalam hidup itu bukanlah
makna sebenarnya. Manusia normal, sehat jiwa, mental, dan raganya pasti
mengalami ketakutan akan kematian. Hal ini dikarenakan, manusia ingin
memperlakukan kehidupannya dengan sebaik-baiknya, sehingga dia takut mati.
Jika saya tidak takut mati, pastilah saya akan menyebrang
jalan dengan sangat sembarangan, tanpa menoleh kanan dan kiri. Akan
sekonyong-konyong menyebrang, karena saya TIDAK TAKUT MATI!
Lebih gila dari itu adalah, jika saya tidak takut mati, maka
saya akan makan makanan sembarangan, apapun itu dapat saya makan. Entah itu
makanan yang baik ataupun beracun, karena saya TIDAK TAKUT MATI!
Dan yang gila lainnya, jika saya tidak takut mati, saya akan
masuk kedalam lingkungan preman, lingkungan para brandal, rampok dan
orang-orang yang bengis lainnya, kemudian saya coba lecehkan kekasih dari salah
seorang diantaranya. Niscaya saya akan mendapatkan hadiah bogem mentah, dan
bisa-bisa saya digantung di tengah alun-alun kota, karena saya tidak takut
mati.
Ketakutan akan
kematian, adalah wajar.
Tanpa mengurangi rasa kepercayaan diri, ataupun iman. Karena
kita sebagai manusia hanya sekali mengalami KELAHIRAN, sekali mengalami
KEHIDUPAN, dan hanya sekali mengalami KEMATIAN.
Walupun wajar ketakutan akan kematian itu, namun tidak untuk
menerus dipikirkan. Kita dewasa, dan dengan jujur menyadari bahwa kita pasti
mati. Sehingga tak perlu lagi ditakutkan dan tak perlu dikhawatirkan. Lantas,
bagaimana sebaiknya sikap kita?
Anggap saja, dunia ini adalah panggung perlombaan. Siapa
yang terbaik, akan membawa pulang hadiah, kenangan baik, dan cerita yang baik
pula. Pada saat perlombaan berakhir, dan saat itu pulalah, kita harus pulang
dan membawa sejuta kenangan selama masa perlombaan dengan baik, penuh syukur
dalam ketenangan. Ketika perlombaan berakhir, dan setiap orang harus
pulang, maka banyak cara dan beragam
jalan yang mereka tempuh. Ada yang lebih memilih untuk berjalan kaki menyusuri
trotoar, ada yang dengan berlari kencang karena tak sabar ingin sampai rumah,
ada yang naek sepedah, ada yang mengendarai motor, mobil, pesawat, kapal laut,
dan beragam cara yang ditempuh dengan tujuan RUMAH.
Tidak ada Tempat yang
lebih indah dibandingkan RUMAH kita.
Dunia adalah panggung perlombaan, setiap manusia
berlomba-lomba melakukan yang terbaik untuk dirinya sendiri lebih dahulu, untuk
kebaikan bersama. Tak dipungkiri, bahwa dalam perlombaan pasti ada
permasalahan, intrik, dan bumbu-bumbu menarik, ada pula kebahagiaan, ada pula
kesedihan. Ada keberhasilan, ada pula kegagalan. Apapun yang kita rasakan,
ingin rasanya bergegas sampai di rumah, untuk mencurahkan segala hal yang telah
kita jumpai selama dalam perlombaan. Tidak ada tempat yang lebih indah daripada
rumah kita.
Adalah suatu kisah:
Seorang ayah mempunyai
dua orang anak, sebut saja SULUNG dan BUNGSU.
Pada suatu ketika si BUNGSU meminta hak atas harta
warisannya, dan memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah guna
menghambur-hamburkan kekayaannya. Dia menghamburkan harta miliknya kepada para
perempuan-perempuan nakal, membenamkan dirinya dalam pesta pora penuh kemabukan
duniawi, dan membuat dunianya penuh dengan hawa napsu dunia. Selang beberapa
waktu, si BUNGSU menyadari bahwa hartanya kini telah habis, dan tidak bersisa.
Teman-temannya yang dulu sangat menghargainya, kini telah pergi jauh
meninggalkannya, karena si BUNGSU sekarang dalam kondisi melarat. Hari-harinya
kini tak semewah dan semegah dulu. Saat dia lapar, dia hanya bisa meminta
kepada seorang majikan untuk memberikan kepadanya sisa-sisa makanan, namun
tidaklah dia dapatkan. Dan betapa terharunya dia, ketika ada seorang peternak
babi, yang memperbolehkan ia untuk mengisi perutnya dengan ampas makanan, yang
dimakan pula oleh ternak babi.
Hidupnya kini jauh lebih sengsara, dan dia sangatlah malu
untuk pulang. Karena ayahnya pasti tidak akan mengakui dia kembali sebagai
anaknya. Hari-demi hari si BUNGSU mengisi hidupnya dengan bekerja di peternakan
babi, dan sampailah ia di ujung kesabarannya. Dia memutuskan untuk berhenti,
dan kembali pulang ke rumah ayahnya. Tidak perduli apapun yang akan terjadi
padanya, karena dia menyadari hidup sebagai budak pun, dirumah ayahnya, jauh
lebih mulia disbanding hidupnya saat ini.
Si BUNGSU menguatkan tekatnya, dan sampailah dia di depan
rumah ayahnya, dengan rasa malu, dia menatap ke pintu gerbang rumahnya.
Tampaknya SANG AYAH sudah sejak lama menanti-nantikan kedatangan anaknya yang
BUNGSU itu, dari kejauhan SANG AYAH berlari dan menghampiri anaknya yang telah
lama hilang, merangkulnya, menciumnya dan menyuruh pelayan-pelayan untuk mengganti
pakaian dan kasut yang telah kumal ia kenakan. Bahkan SANG AYAH membuat pesta
penyambutan, yang sangat meriah guna ucapan syukur atas kepulangan anaknya yang
BUNGSU.
Tidak ada tempat yang lebih indah daripada di rumah, oleh
karena dirumah kita bisa beristirahat dengan tenang, dan kita tidak perlu
takut, tidak perlu malu untuk mengakui segala hal yang telah kita perbuat.
Pada suatu saat nanti ketika kita pulang, maka “SANG AYAH”
akan tetap berbelas kasih, berbaik hati menyambut setiap anak-anakNya yang pulang
dalam kebaikanNya.
Yang awal adalah yang
akhir, dan yang akhir adalah yang awal.
Kita tidak perlu kawatir tentang bagaimana, kapan, dimana
kita mati. Karena kematian adalah wajar, dan mari menyikapinya secara
wajar-wajar saja.
Mobius spiritualitas, mengingatkan kita bahwa “Awalan adalah
akhiran, dan akhiran adalah awalan”. Mungkin saat ini kita menyangka bahwa
kematian adalah akhir dari segalanya, hal itu tidaklah sepenuhnya benar.
Kematian bukanlah akhir, namun awalan untuk kehidupan baru.
Sering pikiran kita dirundung kekawatiran dan ketakutan akan
kematian, namun cobalah mulai saat ini, kita tidak perlu lagi terlalu
mencemaskan hal itu.
Cobalah kita memikirkan bahwa, kematian adalah cara dunia
ini untuk menyusun kehidupan selanjutnya. Artinya bahwa dengan kematian kita,
maka akan muncul, akan lahir kehidupan-kehidupan baru yang akan mewarisi
kehidupan, daripada unsur-unsur kematian kita.
Semua manusia yang mati, pasti akan membusuk raganya, system
organnya pasti tidak akan lagi bekerja. Oleh karena tidak ada keseimbangan
penyusun kehidupan. Otakknya juga akan membusuk sama seperti setiap organ-organ
yang lain (kecuali tulang belulang). Setiap memori akan terhapus, oleh karena
otak sudah terurai. Unsur-unsur hara akan terurai dan larut dalam tanah dan
air, masuk kedalam siklus bio-geo-kimia. Unsur-unsur yang tepat, diserap
kembali oleh tumbuh-tumbuhan untuk menyokong kehidupannya, begitupula
dimanfaatkan oleh serangga, dan makhluk-makhluk detrivor (pemakan detritus,
atau pemakan remah-remah organis). Unsur dalam kematian manusia, larut dalam
bagan aliran kehidupan lain, guna menyokong kehidupan baru.
Kematian bukanlah akhir, namun adalah suatu gerbang baru
untuk kehidupan-kehidupan yang baru, yang lahir dari kematian kita.
Kita tidak perlu menyesali yang telah tiada, karena dari
ketiadaan itu, banyak bermunculan suatu keberadaan baru dalam beragam jenis,
warna, dan rupa. Sebaiknyalah kita bersyukur senantiasa, karena alam ini telah
mengatur dirinya dengan sebaik-baiknya. Mari kita coba membayangkan sejenak,
jika setiap makhluk di planet bumi ini semuanya kekal?, lantas cukupkah
unsure-unsur di bumi ini menyokong sekian banyak kehidupan? TIDAK !!! yang akan
terjadi adalah banyaknya penyakit, meningkatnya polusi dan pencemaran, banyaknya
tingkat kriminalitas, banyaknya konflik, banyaknya perang, dan lebih mengerikan
dari itu semua adalah kita akan mengalami krisis multi-dimensi, mengalami
krisis air bersih, krisis pangan, krisis ekonomi, krisis budaya dan sebagainya.
Maka baiklah kita tetap berfikiran wajar, dan menyandarkan
hidup kita yang singkat ini, dengan perbuatan-perbuatan baik, dalam perlombaan kebaikan di dalam kehidupan.
____Salam Keseimbangan antar Ciptaan