Bukankah dalam agama
diajarkan suatu nilai kebenaran?, bukankah di dalam agama selalu ditekankan
perbuatan moral yang luhur? Akhlak yang mulia? Pantaskah perbuatan yang mereka
lakukan tersebut?
Hanya "beragama
saja" tanpa pengetahuan, membentuk moral yang eksklusif. Masyarakat
beragama saat ini, saya mencoba menilai, mereka hanyalah beragama saja, tanpa
adanya bekal pengetahuan. Hal ini sungguhlah sangat berbahaya, oleh karena
masyarakat mudah dihasut, mudah diprovokasi dengan iming-iming pahala sorga.
Selain itu, masyarakat ditekankan teror yang menakutkan akan panasnya api
neraka, bila mereka tidak menjalankan anjuran dari agamnya. Inilah yang menjadi
masalah kita bersama.
Sebagian besar masyarakat
beragama di Indonesia, hanya beragama saja, alias hanya menjalankan aturan
agamanya secara harafiah (tertulis), namun mereka tidak memahami apa maksud
dari yang tertulis tersebut.
Inilah bahayanya, jika
kita hanya "beragama-saja".
Eksklusifitas
dalam agama
Eksklusif adalah kata yang
mengacu pada, sifat atau karakter seseorang atau sekelompok orang, yang merasa
dirinya paling daripada orang lain. Dalam hal ini, mereka yang dinamakan
eksklusif adalah mereka yang
merasa diri paling benar,
paling suci, paling diberkati, paling tahir, paling layak menerima sorga
daripada orang lain. Hal ini sungguh membahayakan bagi persatuan dan kesatuan
bangsa. Jika diteruskan, maka akan berakibat perpecahan, perseteruan, dan
bahkan lebih menakutkan dari itu semua adalah timbulnya peperangan idealisme.
Masyarakat yang eksklusif
terhadap agamanya, tidak segan-segan memberikan label pada orang lain yang
berbeda, entah itu sesat, entah itu kafir, entah itu najis, haram, dan labeling
lainnya yang sangat tidak enak di dengarkan. Label-label sosial seperti ini
sangat mudah menyulut api permusuhan antar masyarakat, dan api tersebut sangat
mudah menyebar, meluas dan membara oleh karena bersinggungan dengan ranah
agama. Ketika kita beragama, maka sudah sewajarnya kita tidak hanya mengetahui
apa yang tersurat, melainkan juga apa yang tersirat. Namun sayang seribu
sayang, tidak semua kita mengerti akan makna yang tersirat dalam suatu teks
agama.
Saya adalah
Kristen, namun saya merasa aneh dengan orang-orang yang sok-sok-an Kristen, dan saya paling tidak suka dengan
adanya Kristenisasi
Bukankah seharusnya saya senang, jika ada orang yang masuk
ke dalam
agama yang saya imani?
Ketika ada orang yang
bertanya demikian pada saya, saya dengan tegas
akan menjawab,
"Mengapa saya harus senang?"
Saya rasa, agama bukanlah
suatu standar bagi kita dalam membagikan kasih. Tugas kita sebagai insan
manusia adalah membagikan kasih kepada seluruh ciptaan, tanpa terkotak suku,
agama, ras, etnis, dan golongan. Lantas, mengapa saya harus senang, jika ada orang
yang menyerahkan dirinya untuk dibaptis? Itu urusan dia dengan segenap
kenyamannanya, dan bukan urusan saya, apalagi sok-sok-an mencampuri urusan
kenyamanan dia.
Agama adalah privasi,
agama adalah hak asasi, agama adalah hubungan yang paling sakral antara manusia
dengan penciptanya. Dan itu termasuk dalam ranah pribadi, yang mana tidak
satupun bagi orang lain untuk mencampurinya. Jika setiap orang telah
memahaminya, maka itulah yang dinamakan kedewasaan beragama. Akhir-akhir ini
saya cukup dibuat risih dengan orang-orang yang notabene Kristen. Namun saya
kira, mereka lupa tujuannya untuk apa menjadi Kristen.
Baik di TV, Radio, di
Youtube, di Koran, Majalah, saya terheran-heran, yang mana banyak orang yang
melecehkan kekristenan, namun mereka tidak menyadarinya. Alih-alih sadar,
malahan mereka dengan bangganya dengan perbuatan yang mereka lakukan. Perbuatan
yang demikian, tanpa kita sadari, dapat menyulut api perpecahan antar umat
beragama. Mungkin pada saat ini ada diantara kita yang Kristen, yang membaca
postingan ini.
Saya dengan
jujur ingin katakan:
Apakah ketika kita
mengucap "syallom" itu lebih ngristeni dibanding
selamat pagi, atau selamat
malam?
Apakah ketika haleluyah
lebih ngristeni dibanding Syukurlah, atau Puji Tuhan??
Apakah ketika kita hafal
ayat-ayat dalam bible itu, kita lebih
diberkahi katimbang hafal
rumus matematika, fisika, biologi, atau
teori dari
filsafat-filsafat yang lain?
Apakah ketika mengenakan
kalung salib itu lebih fashionable dibanding
mengenakan atribut yang
lebih nasionalis lainnya?
Apakah ketika kita datang
ke KKR itu lebih ngristeni? Dibanding datang ke
seminar-seminar tentang
kebangsaan?
Apakah stola, atau baju
jubah, atau jas berdasi lebih ngristeni,
dibanding beskap, srojan,
batik, tenun, rajut?
Apakah tarian tamborin
lebih ngristeni dibandingkan tari gambyong,
tari pendhet, tari ngremo?
Apakah "bahasa
roh" lebih ngristeni, katimbang bahasa krama alus,
bahasa nasional yang
diucapkan dengan sopan dan penuh kerendahan hati?
Apakah kidung jemaat,
kidung pujian lebih ngristeni, dibanding lagu
perjuangan, lagu wajib
nasional? Lagu daerah?
Apakah pelayanan di gereja itu lebih mulia,
katimbang memerangi kemiskinan, memerangi tindak diskriminasi, mengamalkan
pancasila, dan memerangi korupsi?
Agama bukanlah sesempit
itu!!!
Kekristenan bukanlah
sekelumit dari liturgia, ataupun ibadah semata!!!
Ketika kita menyatakan
diri berTUHAN, maka ketika itu juga, kita
harusnya sadar, bahwa yang
kita lakukan seharusnya bersifat universal. Ketika kita menyatakan diri
berTUHAN, maka kita harus menyadari bahwa seharusnya kita tidak berlaku sempit,
eksklusif dan bahkan menjurus pada kefanatikan semata. Janganlah kita membuat
tempurung dan menutupi mata kemanusiawian kita.
Aku malu dengan
kekristenan saat ini, yang malahan menjadi bahan cemoohan bagi khalayak ramai.
Bukannya menjadi agen-agen pendamaian, malahan menjadi agen-agen penyulut
pertikaian.
Kristenisasi adalah usaha
agamawan yang tidak manusiawi. Kodrat manusia adalah kebebasan, freewill. Tuhan
memberikan berkat tersebut kepada kita, agar kita bebas merdeka menentukan
setiap langkah hidup kita. Dan saya rasa, Kristenisasi bukanlah usaha yang
mulia, kristenisasi apapun bentuknya, adalah pisau yang digunakan untuk
mengkebiri kemerdekaan seseorang.
Ketika saya menentukan
pilihan harus memeluk agama ataupun tidak, itu atas dasar saya nyaman, bukan karena
teror, dan bukan karena paksaan. Saya kira Tuhan tidak sebengis dan sekejam
itu, Tuhan memberikan kebebasan sebebas-bebasnya kepada umatNya, untuk
menentukan pilihannya.
Sudahlah, jangan
sok-sok-an membela Tuhan. Tuhan tidak gila hormat, Tuhan tidak butuh cari
"nasabah", Tuhan tidak butuh kuantitas namun kualitas. Tuhan tidak
pernah menakut-nakuti ciptaanNya untuk memeluk suatu agama tertentu. Kenapa?
Karena Tuhan begitu mengasihi ciptaanNya, dan kita dimerdekakan dari apapun.
Kristenisasi yang dilakukan
saat ini, sungguhlah hebat, akbar, dan juga luar biasa!!!
Adanya ibadah-ibadah
penyembuhan, adanya KKR dengan full artist, full band, full tari-tarian.
Suguhan yang sangat atraktif. Ditambah adanya trik-trik rohani yang memukau
penonton, dan disambut dengan decak kagum oleh pemirsanya.
Belum lagi adanya dukun
yang merangkap menjadi pendeta, dengan berjualan minyak urapan atau apalah itu,
dengan kemampuan minyak urapan yang mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Dan ada juga testimoni mengatakan, bahwa dengan minyak tersebut, saat
kecelakaan menerjang, kakinya utuh terlindas truck tronton. Hal gila apa
ini?!?!
Coba kita bayangkan, jika
hal tersebut ditelan mentah-mentah, ibarat memakan timun tanpa dikupas, tanpa
dipotong langsung ditelan, hal apakah yang akan terjadi?
Beriman janganlah konyol,
lengkapilah dengan pengetahuan agar bijaksana.
Kaum agamawan saat ini,
menyikapi hidup hanya mampir ngombe.
Celakanya banyak diantara
kita memakai selogan tersebut.
Kekristenan saat ini
begitu sangat murahan, sangat-amat murahan. Bahkan sampai malu saya
menyaksikannya. Adanya penipuan-penipuan rohani yang dilakukan oleh oknum
pendeta, dengan harapan pundi-pundi persembahan dapat terisi penuh dengan uang
dari jemaat.
Pendeta zaman sekarang
sudah kehilangan kemuliaannya, menebarkan teror dan kutukan kepada jemaatnya
jika tidak mau bersembah banyak. Dengan jargon "taburan banyak maka tuaian
banyak pula" dan ini sungguh konyol!!! karena apa, karena Tuhan hany
ditakar dengan standar kekayaan ataupun penghasilan kita.
Saya dapat berkata
demikian, karena saya menyaksikannya. Kekristenan saat ini mulai
berangsur-angsur kehilangan kesakralannya. Hanya uforia rohani
yang ditonjolkan, hanya ibadah semu yang tidak mendidik, hanya kotbah-kotbah
kosong yang tidak mencerdaskan. Saya kira tidak hanya terjadi dalam intern
agama saya saja, melainkan hal ini melanda seluruh dunia. Eksklusifitas menjadi
jalan pembenaran bagi masing-masing agama, dan para agamawan.
Agama yang seharusnya
mengajarkan nilai moral, malahan menghalalkan kebohongan.
Agama yang seharusnya
mengajarkan etika, malahan menganjurkan
pemaksaan dan
"pemerkosaan"
Agama yang seharusnya
mengajarkan nilai-nila luhur tentang kasih,
malahan menyerukan
kekejaman, diskriminasi, pertikaian, dan
perpecahan.
Hidup hanya mampir ngombe?
hidup itu hanya numpang minum
Jelas tidak, jika kita ingin hidup kita
tidak hanya minum. Hanya minum saja, maka kita akan mati.
Jika kita ingin hidup, maka kita juga harus
makan, olah raga, bekerja cari uang, dan itu tidak hanya minum saja.
Pemikiran hidup hanya numpang minum,
membuat kita berpikir picik. Menganggap bahwa dunia ini hanya tempat transit
belaka, dengan kata lain, kenyataan kehidupan baru akan kita jumpai setelah
kita mati!!! dan itu sungguh konyol.
Banyak diantara kita yang mengejar
kehidupan setelah kematian, dan lupa akan tugas dan kewajiban kita di dunia,
meneruskan kehidupan yang layak untuk anak cucu kita kelak.
Jangan-jangan kita lupa akan panggilan
kemanusiaan kita?
Apakah agama tidak mengajarkan kita untuk
saling mangasihi antar umat manusia, mencintai lingkungan tempat kita tinggal?
jujur Agama, mengajarkan!
Apakah agama tidak mengajarkan agar kita
berkata sopan kepada orang lain?, jujur Agama, mengajarkan!
Apakah agama tidak mengajarkan untuk
menjaga bumi, menjaga ekosistem, menjaga ekologi, menjaga keseimbangan iklim?
jujur Agama, mengajarkan!
Agama juga mengajarkan kepada kita untuk
bela rasa, berbakti kepada nusa dan bangsa, toleransi, berwawasan terbuka,
nasionalis, menjadi pribadi yang mulia.
Jika agama mengajarkan demikian, siapakah
yang belum sadar?
Sudah seharusnya
kita sadar, bahwa agama bukanlah alat untuk memecah belah persatuan dan
kesatuan. Agama dibuat agar supaya tatanan hidup manusia menjadi lebih teratur,
lebih baik, dan lebih tertata. Tindakkan eksklusifitas yang sempit membuat kita
lupa, bahwa ada hak orang lain yang harus kita hormati, adanya kebebasan bagi
yang lain yang harus kita penuhi. Indonesia sangatlah majemuk, kebaikan tidak
hanya didapati dalam satu agama saja, oleh karena setiap agama mengajarkan
tentang kebaikan. Baik itu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu,
Budha, Konghucu, dan Penghayat Kepercayaan lainnya juga mengajarkan nilai luhur
tentang kemanusiaan. Agama adalah cara kita untuk memenuhi panggilan
kemanusiaan kita.
Siapakah yang akan
memperbaiki wajah agama di Indonesia kalo bukan kita?
Marilah kita menjadi
agen-agen perubahan, agen-agen perdamaian.
___Salam Keseimbangan
Antar Ciptaan
No comments:
Post a Comment