SobatJhonna, ada satu kisah yang
bisa dijadikan cerita ke anak cucu kelak. Pas aku inget ni kisah, biasanya aku
ketawa cekikikan dan malu tentunya… kisah ini bermula dari kecintaanku dengan
seni, dan kebetulan segala unsur kesenian aku sukai dan aku minati. Terkhusus
seni tari, adalah Erik dia adalah salah satu personil geng SD ku, yang
tergabung dalam geng “D E A” kepanjangan dari “Dita Erik dan Alfa” cuman sekedar
lucu-lucuan aja sih pas SD… nah Erik ternyata se-hobi dan se-minat denganku.
Dia suka menari juga, terlihat cara dia menari tradisional, hentakan-hentakan
dan stap-stap tahap latian dia kuasai dengan baik…
Kami sering berlatih tari, setiap
hari Jumat (kalo gag salah), yang merupakan jadwal kesenian di SD tempat kami
menuntut ilmu. Pak Mulyadi adalah guru pengajar kami kala itu. Dia begitu
karismatik, dan begitu luwes dalam menari tradisional, yang merupakan kiblat
kami berdua menuntut ilmu tari… Lantai
II, yaitu gedung aula adalah tempat kami berlatih tari, cukup luas untuk kami
berlatih.
Anak laki-laki paling ilfeel jika
disuruh Pak Mul untuk menari, katanya menari kurang keren dan beribu-ribu alasan
untuk mendukung alibi mereka… tapi tidak semua dari kami yang tidak mau menari,
nampaknya ada juga anak laki-laki lain yang nampaknya cukup mahir menari
seperiti Irsad, Rio, dan yang lainnya…
Saat itu, cuaca sangat
bersahabat, kicauan burung sayup terdengar dari luar jendela kelas… pelajaran
bahasa sedang berlangsung… dipandu oleh Pak Maryadi, tiba-tiba dari arah luar,
Pak Mul mengetuk pintu, dan memohon ijin kepada pak Maryadi untuk bertemu
dengan aku dan Erik.. kami berdua saling
berpandangan, dan seolah batin kami bersatu… terkoneksi satu sama lain
menanyakan tentang perihal panggilan dari Pak Mul… karena tidak seorangpun dari
kami mengetahuinya… kamipun pasrah, beranjak dari tempat duduk kami, dan maju
kedepan kelas.. riuh teman-teman membahana memecah keheningan, mereka
berkasak-kusuk mencari tahu… keppo banget lah pokoknya…
Daripada menjadi bahan pertanyaan
anak-anak dan nantinya berujung fitnah.. (malah dosa kan), akhirnya Pak Mul
berkata kepada setiap kami yang ada di kelas… kamipun kembali terdiam dan
atusias mendengarkan “Anak-anak… Alfa dan Erik akan bapak latih selama beberapa
minggu untuk dapat mengikuti lomba tari tradisional tingkat Kabupaten”… “Whattttt!!!!!!”
seperti kesamber gledhek dewa Zeus, yang nancep tepat di jantungku… aku menelan
ludah tanda gag percaya, “Kenapa mesti aku??” tanyaku dalam hati… seakan aku
tidak PD untuk dapat menjalankan tugas kenegaraan itu dengan baik… pikiran
sudah terlanjur melambung jauh terbang tinggi (by: Anggun C Sasmi)…
Akan tetapi, sepertinya aku udah
gag bisa menolak dan mengelak lagi, tepuk tangan dari teman-teman membahana
memenuhi ruangan kala itu… separuh haru bercampur bimbang, rasanya berkecamuk
silih berganti. Aku dan Erik, kembali bertatapan, dan dia menepuk bahuku…
sambil melepas anggukan… mencoba menguatkan diriku, tampaknya dia memahami,
kalo kami harus siap menghadapi lomba.
Hari pertama latihan, kami
bertemu dengan lawan-lawan yang akan kami taklukan kelak.. kami berlatih dib
alai tempat pertemuan, di Kelurahan Jetis kala itu… dengan instruktur yang
sepertinya sangat jago dan menguasai tari tersebut. Dari namanya saja aku sulit
untuk mengingatnya, dan sepertinya tarian ini sulit sekali… “ Eko Pawiro” kalo
tidak salah nama tarian tersebut… tari perang berpasangan, dengan bersenjatakan
tameng dan pedang…
dengan berbekal sampur (selendang
tari), kami menari step-demi step yang diajarkan oleh Instruktur… dan kami
benar-benar mengalami kesulitan… terutama pada saat duduk jengkeng (posisi
duduk dengan telapak kaki menyangga tubuh). Ya ampun… sulit sekali hal itu
kulakukan… kaki seperti di guyur air rebusan cabe… panas banget, tak
tertahankan… dan yang paling sulit adalah, bertahan bermenit-menit untuk posisi
jengkeng tersebut.. Adalah Alif, dia salah satu kontestan lomba dari SD lain,
dengan tubuh yang chubby dan montoknya itu, dia merasa sangat kesulitan untuk
menirukan gerakan-gerakan, apalagi sewaktu posisi jengkeng, Alhasilll…. Masyaalahhh…
kakinya bengkak berwarna biru…. Gilak, ini latihan tari atau latihan militer
sihh…. Kami belum wajib militer kale pak pelatih…
tapi sumpah guys… sakit banget,
aku saja sampai berkaca-kaca melakukan posisi jengkeng tersebut….
Hari berganti hari, minggu
berganti minggu…
Satu-persatu dari kontestan lomba
yang mengikuti latihan berangsur-angsur memudar, menyerah dan tak kembali..
hanya tersisa empat pasang kontestan lomba, sampai hari menjelang lomba tingkat
kabupaten… aku dan Erik tidak boleh menyerah… oleh karena doa dan dukungan dari
orang tua kami masing-masing. Ditambah lagi, bapakku telah menyiapkan pedang
samurai yang nantinya akan kami gunakan untuk tampil.
Masalahnya bapakku tidak tahu
pedang yang seharusnya kami gunakan… dan dia membelikan samurai (kepanjangan kale
pak!!!!) dan alhasil kami tidak gunakan pedang tersebut… kami gunakan pedang
yang kami biasa gunakan latihan.
Sepertinya terjadi
kesimpang-siuran jadwal pelaksanaan lomba, sehingga pihak SD kami tidak tahu
kapan perisnya lomba berlangsung… dan betapa syokhh nya kami, yang kami kira
lomba masih beberapa hari lagi, ternyata hari itu… hari dimana kami masih harus
latihan di Sekolah, kami harus tergesa-gesa ke Balai kelurahan Jetis untuk…
yapppp lomba… “show must go on”
Tau gag guys…. Kami beneran tanpa
persiapan, hanya berbekap baju gombrong biasa untuk latihan yang kusut,
asal-asalan, gag match juga sama bawahan celana kolor kotak-kotak kami… sampur
yang gag singkron dengan partnernya… dan pedang serta tameng kami, yang terbuat
dari kardus… Ya Tuhan…… kami beneran belum siap tampil deh hari ini.. malu
buanget…. Malu buanget buanget….
Karena kabar simpang siur
tersebut, sampai saat registrasi ulang, hanya terkumpul dua pasangan kandidat
penari. Sebenarnya Alif juga datang saat itu, tapi aku lihat kakinya masih
bengkak dan dibebat dengan perban sangat kuat…
Mataku mencoba melihat
kesekeliling, dan “jlebbbbb…mati aku….” Aku mengajak Erik untuk melihat di
tengah balai, terdapat sepasang anak dengan kostum lengkap, make up siap tampil
dan atribut tari yang seragam dengan kostumnya…. Astaga… ternyata mereka
bener-bener mempersiapkannya dengan matang… sedangkan aku dan Erik, seperti dua
orang idiot yang ikut pesta pernikahan Cate Middleton dan Pangeran William…
Nomor kontestan sudah diundi, dan
tim mereka naik keatas panggung… Luar Biasa, aku berdecak kagum dengan suguhan
penampilan mereka…. Gemuruh tepuk tangan memenuhi ruangan lomba kala itu. Dan
selanjutnya adalah aku dan Erik… aku melihat di sudut ruangan, Pak Mul
menyemangati kami, sekuat tenaga…
Namanya juga asal-asalan, kami latihannya pun belum sempurna, masih banyak
kurang di sana-sini..
Opening sudah tidak kompak, adegan
berpedangan bergantian, tidak kompak, dan ending sangat nggantung… closingpun
amburadullll, ditambah penampialan kami…. Yang totally so bad… pupus sudah
harapan kami… gag tau mau ngomong apa lagi..
Yang penting kami sudah melakukan
tugas dengan baik…
Saatnya pengumuman pemenang…
Sudah barang tentu lawan kamilah
yang mendapatkan juara I, dan…. Tentunya kami mendapatkan juara II, antara
bangga, haru dan malu… saat kami naik ke atas panggung… berfoto dengan sang
juara…
Ha ha ha ha… iya ya lah, kami
menang juara II, lha kontestannya juga cuman 2 pasang…
But, yang pasti aku dan Erik
pernah merasakan kebahagian menjadi Juara II tingkat Kabupaten Blora, untuk
Lomba Tari Tradisional Putra…
Kami berdua menjadi buah bibir
yang manis di SD, rating kami mendadak naik secepat kilat, hampir semua dari
teman SD mengenal kami Alfa dan Erik sebagai Runner Up, apalagi saat kami
diundang maju oleh kepala sekolah saat upacara bendera hari senin, semua mata
tertuju pada kami… tapi cerita di balik itu semua (behind the scene), mereka
tidak tahu.. karena merupakan aib bagi kami, yang namanya sudah terlanjur tenar
di sekolah… ha hahah hahaa
Erik, masih ingatkah kamu tentang
kisah ini.. mari kita ngakak bersama.. ha ha ha ha….
No comments:
Post a Comment